Menteri LHK Diminta Cabut Izin PPKH PT AGM, Jika Ganti Rugi tak Diselesaikan
Kasus dugaan pencaplokan lahan warga oleh PT Antang Gunung Meratus (AGM) kini terus bergulir di ranah hukum.
Terbaru dikabarkan, PT AGM telah menghentikan aktivitas pertambangan di lahan milik Fahriansyah seluas 28 hektar lebih yang berlokasi di Desa Batang Kulur Kiri, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel).
Perwakilan pemilik lahan, Bahrudin mengungkapkan, PT AGM telah menarik semua alat berat dari lokasi lahan milik Fahriansyah.
"Kami berterima kasih sekali kepada Ditkrimum Polda Kalsel selaku penyidik atas kemajuan perkara yang kami laporkan," ujarnya kepada Gatra.com di Banjarbaru, Selasa (23/8).
Pria yang akrab disapa Udin Palui itu pun meminta kepada PT AGM untuk segera menyelesaikan proses ganti rugi atau tali asih kepada pemilik lahan yang disebutnya sampai saat ini belum pernah menerima sepeserpun.
Dia utarakakan, dari surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) No: SK.166/MenLHK/Setjen/Pla.0/9/2019 tanggal 20 Februari 2019 tentang pinjam pakai kawasan hutan PT AGM luas 110,21 hektar wilayah Kabupaten HSS dan Tapin pada huruf kedelapan memutuskan menyelesaikan hak - hak pihak ketiga apabila terdapat hak - hak pihak ketiga di dalam areal izin pinjam pakai kawasan hutan dengan meminta bimbingan dan fasilitas pemda setempat.
"Pemilik lahan sudah melakukan mediasi dengan PT AGM yang difasilitasi Pemkab HSS pada tahun 2017.
Kala itu PT AGM mengatakan telah memberikan ganti rugi atau tali asih, namun tidak bisa menunjukkan bukti bahwa tali asih telah diberikan," jelas Bahrudin.
Apa yang dilakukan PT AGM, imbuh Bahrudin, sangat merugikan pemilik lahan karena tidak mengindahkan surat keputusan Menteri LHK tentang pinjam pakai kawasan hutan untuk menyelesaikan hak - hak pihak ketiga.
"Kalau sampai minggu ini, PT AGM belum juga menyelesaikan ganti rugi, kami akan ke Kementerian LHK di Jakarta memberitahukan kepada Ibu Menteri Siti Nurbaya apa yang telah dilakukan PT AGM yang selama ini melakukan aktivitas penambangan namun, masalah ganti rugi belum diselesaikan.
Kalau masih bersikeras, kami minta ibu menteri mencabut izin pinjam pakai kawasan hutan PT AGM," tegasnya.
Bukan itu saja, pemilik lahan, sambung Bahrudin, juga meminta PT AGM untuk mereklamasi lahan yang telah di tambang. "Termasuk juga menanam kembali pohon - pohon yang telah di babat sampai bisa menghasilkan seperti karet dan tanaman bernilai ekonomis lainnya," tukasnya.
Diberitakan Gatra.com sebelumnya, Tim penyidik Reskrim Polda Kalsel bersama Tim Dinas Kehutanan Provinsi Kalsel, Kamis (21/7) melakukan pemeriksaan lokasi untuk pengambilan titik koordinat objek pelaporan di wilayah Desa Batang Kulur Kiri, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) yang masuk dalam kawasan hutan produksi.
Kuasa Hukum PT AGM, Suhardi mengungkapkan, hasil dari pengambilan titik koordinat setidaknya menjadi bukti apakah PT AGM melakukan pencaplokan lahan atau tidak.
Ditegaskannya, berdasarkan data PT AGM yang mereka pegang, objek pelaporan masuk dalam Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) PT AGM Blok 3 Warutas.
"Itu berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan hidup dan Kehutanan," ujarnya kepada Gatra.com di Kandangan.
Dia sampaikan, karena kasus ini masuk dalam tahap proses hukum, maka pihaknya menghormati penyidikan yang saat ini masih berlangsung.
"Nanti hasil pemeriksaan titik koordinat ini makin mempertegas kalau PT AGM tidak melakukan apa yang dituduhkan pelapor terkait pencaplokan lahan, sebab berdasarkan dokumen yang telah dipelajari, perusahan dalam menjalankan kegiatan usaha pertambangan telah mengantongi izin IPPKH dari Kementerian," ujarnya
Bahkan, terang Suhardi, PT AGM telah memberikan tali asih dan ganti rugi tanam tumbuh terhadap lahan yang di kelola oleh masyarakat berupa tanam tumbuh di kawasan tersebut.
"PT AGM dalam menjalankan usahanya selalu patuh dan taat akan aturan dan mekanisme yang berlaku," tandasnya.
sumber: gatra
Comments
Post a Comment