Ekonomi potensial 95 persen dari hasil hutan bukan kayu


Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumbar, Yozarwardi Usama Putra mengatakan selama ini masyarakat hanya terfokus kepada hasil hutan yang dinominasi sebagian besarnya oleh perkayuan.

Dinas Kehutanan Sumbar mengungkap besarnya potensi ekonomi yang dihasilkan dari hasil hutan bukan kayu yang ada di daerah setempat, beragam produk selain kayu disebut mencapai nilai 95 persen.

"Mindset itu harus diubah, nilai kayu di kehutanan hanya sebesar lima persen saja, berbanding jauh dengan 95 persen hasil selain kayu seperti madu, rotan, manau, resim, aren, pinang, jengkol atau buahan serta potensi eko wisata," kata Yozarwardi di Bukittinggi, Senin.

Menurutnya, Dinas Kehutanan memberikan kesempatan peningkatan ekonomi petani hutan dengan Program Perhutanan Sosial yang diantaranya memberikan akses mudah bagi petani untuk memanfaatkan lahannya secara maksimal.

"Dulu, untuk masuk kawasan hutan saja dilarang, kini dengan adanya Perhutanan Sosial, petani hutan bahkan sudah bisa mengambil potensi ekonomi yang ada di kawasan itu, termasuk juga pengelolaan untuk wisata," kata dia.

Ia mengatakan meskipun hanya terdapat lima persen, namun kayu hutan memiliki dampak besar terhadap potensi kekayaan alam yang bernilai ekonomis dari dalam hutan.

"Artinya, jika kayu itu rusak, maka sumber potensi ekonomi lain yang seharusnya bisa diambil, juga turut rusak bahkan hilang," katanya.

Ia menyebut berdasarkan survei terakhir Dinas Kehutanan 2021, di Sumbar sejauh ini baru bisa menggali potensi ekonomi melalui jenis usaha yang terserap sebesar 19,2 persen Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK).

"Dari HHBK sejauh ini baru tergali sebesar 19,2 persen, hasil hutan kayu 6,4 persen, produk pertanian 45,5 persen dan usaha ternak 28 persen," katanya menyebutkan.

Kadishut menyampaikan bahwa sub sektor kehutanan di Sumatera Barat memiliki peranan strategis dalam pembangunan ekonomi dengan 54,43 persen dari luas wilayah Sumbar merupakan kawasan hutan.

"Sekitar 81 persen wilayah nagari dan desa berada di dalam dan sekitar hutan yang memiliki manfaat sosial, ekonomi, dan ekologi bagi masyarakat.

Menurutnya, sesuai dengan visi dan misi Gubernur dan Wagub Sumbar 2021-2024, pemberdayaan masyarakat yang dilakukan diharapkan mampu mendorong peningkatan pendapatan petani hutan.

Yozarwardi mengatakan pelaku ekonomi dari perhutanan sosial saat ini juga sudah beranjak ke usaha ilegal karena aturan Perhutanan Sosial yang membantu masyarakat mengelola hasil alam.

"Kalau dulu mereka banyak melakukan illegal logging, angkanya sampai 80 persen, kini banyak yang menjadi pelaku eko wisata, mereka aktif menjadi pemandu wisata dan semacamnya," katanya.

Untuk itu, peningkatan pendapatan petani hutan perlu dimuat sebagai indikator kinerja pada RPJMD 2022-2026.

"Peningkatan pendapatan petani hutan dilakukan dengan memperluas hak kelola hutan dalam bentuk Perhutanan Sosial kepada masyarakat sekitar hutan untuk membuka peluang usaha berbasis kehutanan," katanya mengakhiri.

sumber: antara

Comments

Popular posts from this blog

Tipe Hutan yang Paling Besar Menyimpan Karbon

43 Juta Ha Lahan Hutan Tumpang Tindih dengan Tambang hingga Sawit

Berikut Upaya Dishut Sultra Untuk Pulihkan Daerah Aliran Sungai