Berikut Nama 6 Tersangka Hutan Lindung Jadi SPBU Tadui Mamuju
Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan menurut UU Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan.
Fungsi utama hutan lindung yang berkaitan dengan penjagaan kondisi lingkungan dan ekosistem. Sehingga, terdapat larangan keras untuk membuka lahan untuk ladang, menebang pohon, membakar lahan, mendirikan bangunan, beruburu dan aktivitas yang mengancam ekosistem lainnya.
Hampir sebulan sudah, jaksa penyidik di Sulawesi Barat, mendalami kasus alih fungsi lahan hutan lindung menjadi kawasan SPBU dan rest area di Desa Tadui, Kecamatan Mamunyu, Kabupaten, Mamuju, Sulbar.
Hingga awal Agustus 2022 ini, jaksa penyidik dari Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulbar, sudah menahan enam tersangka kasus ini.
SPBU dan rest area di jalan poros Trans utara Sulawesi, ini, hingga Rabu (3/8/2022) masih beroperasi.
Aparat hukum dari kejaksaan sejauh ini belum mengambil langkah hukum.
Dari enam tersangka ada dua aparatur sipil negara (asn) dan dua pensiunan kantor tanah agraria tata ruang (ATR) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Sulbar.
Baca juga : Sungai Kini Yang Rusak Bahkan Oleh Para Penjaga Sungai
Dua tersangka awal yang ditetapkan pekan terakhir Juli 2022 adalah Wakil Ketua DPRD Mamuju Andi Dodi Hermawan (Fraksi Hanura), serta mantan Kepala Desa Tadui Syaiful Bahri.
Satu tersangka lainnya, adalah pria berinisial MU.
Sedangkan mantan Kepala ATR dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Mamuju kini menjabat Kepala BPN Majene, Muhamma Naim, fungsionaris BPN Muhammad Ikbal (BPN), Hasanuddin dan MU (BPN).
Kejati Sulbar, sejak Kamis (21/7/2022) lalu, sudah menahan enam tersangka kasus hutan lindung di Desa Tadui, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar).
Kini para tersangka masih dititip jaksa penyidik di Rumah Tahanan Klas II B Mamuju, Jl Pengayoman, Kelurahan Binanga, Kecamatan Mamuju.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulbar, Didik Istiyanta mengungkapkan para tersangka bersama-sama mengupayakan menerbitkan sertifikat tanah terhadap hutan negara fungsi hutan lindung.
“Lahan tersebut digunakan untuk pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Mnyak (SPBU), dan itu merugikan keuangan negara,” kata Didik saat press liris di kantor Kajati Sulbar, Jl RE Martadinata, Mamuju, Kamis (20/7/2022) lalu.
Meski kasus hukum sudah memasukinpekan ketiga bergulir di penyidik negara, sejumlah warga mengupayakan advokasi.
Baca juga : Ini Hukuman Bagi Yang Berani Melakukan Pembakaran Hutan
Sekelompok warga yang mengatasnamakan diri Aliansi masyarakat adat Sulawesi Barat (Sulbar) pemerhati keadilan, mengklaim proses hukum ini sebagai upaya kriminalisasi.
Koordinator Aksi Aliansi Masyarakat Sulbar, Sopliadi, dalam jumpa pers di Mamuju, Jumat (29/7/2022) pekan lalu, menilai penyidik tak melakukan klarifikasi silang dan cross check atas status lahan itu.
Menurutnya kantir tanah Mamuju memberikan legal sertifikat tanah kepada Andi Dodi Hermawan dan di pihak lain kantor Kehutanan mengajukan gugatan.
Pihaknya juga menuding temuan Badan Pemeriksa Keuangan Provinisi (BPKP) dugaan kerugian negara senilai Rp 2,8 miliar dalam kasus tersebut itu tidak mendasar.
Kata dia, di Dusun Lalawang, Desa Tadui, yang masuk dalam kawasan hutan lindung tidak sampai setengah hektare.
Kemudian, di lokasi pembangunan SPBU tersebut hanya ada empat pohon mangrove yang berdiri pada saat itu.
“Jangan sampai hitungan kerugian negara sebesar Rp 2,8 miliar itu sama hitugangya dengan pembangunan SPBU. Mereka harus ingat uang pembangunan SPBU itu dari uang pribadi bapak Andi Dodi Hermawan bukan APBN.
Sopliadi menegaskan, mangrove kini di lahan SPBU bukan dari program APBN atau APBD melainkan uang pribadi.
Mangeove ditanam pemilik lahan, karena saat itu ada abrasi di pantai. [tribun]
Comments
Post a Comment