Problematika Transisi Izin Pertambangan dalam Kawasan Hutan dari IPPKH ke PPKH


Secara yuridis, Undang-Undang Nomor 41/ Tahun 1999 tentang Kehutanan (UU Kehutanan) mengatur penggunaan kawasan hutan pada pasal 38. Pasal ini mengizinkan pemakaian kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan di hutan produksi dan hutan lindung. Selain itu, mengatur kebolehan pemakaian hutan untuk pertambangan melalui skema Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH).

Pada perkembangannya, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Kehutanan Nomor 1 Tahun 2004 untuk menyelesaikan problematika tumpang-tindih area pertambangan di hutan lindung. Perpu ini memberikan izin terhadap 13 perusahaan tambang untuk melanjutkan kegiatan produksinya. Dengan alasan, ketigabelas perusahaan tersebut memiliki cadangan tambang yang jelas dan memenuhi syarat keekonomian.

Baca juga : Rp 15 Juta untuk 1 Hektar, Praktik Jual Beli Lahan Hutan Ilegal di Mukomuko Bengkulu

Secara substantif, Perpu Nomor 1/2004 menambah ketentuan baru pada Pasal 83 huruf a. Dalam pasal itu disebutkan semua perizinan atau perjanjian di bidang pertambangan di kawasan hutan yang telah ada sebelum UU Kehutanan berlaku, dinyatakan tetap berlaku sampai berakhirnya izin atau perjanjian tersebut. Hal ini sangat disayangkan, bahwa seharusnya Perpu ini tidak perlu terbit apabila izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) memiliki tata kelola yang bagus.

Penyimpangan Penggunaan Kawasan Hutan untuk Kepentingan Ekonomi

Kemudian pada praktiknya, banyak penyimpangan IPPKH untuk pertambangan. Pemerintah daerah banyak memberikan rekomendasi pertimbangan teknis dan lemahnya pengawasan pemerintah pusat dalam ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). 

Setelah rezim UU Cipta Kerja berlaku, muncul peraturan Menteri LHK Nomor P.24/2020 tentang penyediaan kawasan hutan untuk ketahanan pangan (food estate). Meskipun mekanismenya bukan termasuk IPPKH, tetapi aturan ini bertentangan dengan aturan lain yang hanya mengizinkan hutan lindung untuk obat-obatan, budi daya jamur, penangkaran satwa, tidak untuk lumbung pangan.

Baca juga : Menteri Investasi Di Gugat Karena Mencabut Izin Pelepasan Kawasan Hutan

Para politisi pun mengkritik pemerintah di titik ini karena mereka menganggap pertimbangan ekonomi lebih dominan dibanding lingkungan. Sebab, PP Nomor 105 Tahun 2015 Tentang Perubahan Penggunaan Kawasan Hutan, menyebutkan bahwa aktivitas non-kehutanan selain harus punya izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) juga wajib menyerahkan lahan kompensasi. Untuk pertambangan, lahan kompensasinya dua kali lipat dari luas lahan pinjam pakai. 

Konsep Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan (PPKH) untuk Usaha Pertambangan

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Kehutanan, IPPKH diubah menjadi persetujuan penggunaan kawasan hutan (PPKH), hal ini diatur dalam Pasal 94 ayat (1). 

Terutama dalam hal Penggunaan Kawasan Hutan untuk kegiatan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 92 ayat 1 huruf a, diatur bahwa pertambangan di kawasan hutan produksi dapat dilakukan dengan ketentuan: 

1. penambangan dengan pola pertambangan terbuka; dan/atau 

2. penambangan dengan pola pertambangan bawah tanah; 

Sementara untuk pertambangan dalam Kawasan Hutan Lindung hanya dapat dilakukan penambangan dengan pola pertambangan bawah tanah dengan ketentuan dilarang mengakibatkan: 

1. turunnya permukaan tanah; 

2. berubahnya fungsi pokok Kawasan Hutan secara permanen; dan/atau 

3. terjadinya kerusakan akuifer air tanah

sumber: heylawedu

Comments

Popular posts from this blog

Tipe Hutan yang Paling Besar Menyimpan Karbon

43 Juta Ha Lahan Hutan Tumpang Tindih dengan Tambang hingga Sawit

Berikut Upaya Dishut Sultra Untuk Pulihkan Daerah Aliran Sungai